Sabtu, 25 Juli 2009

Ujian Nasional Ulang

Senin, 15 Juni 2009 | 17:39 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Meskipun Ujian Nasional (UN) ulang tidak ada dalam prosedur operasi standar, UN ulang terhadap 33 SMA/MA dan 16 SMP bermasalah itu tetap dilaksanakan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

Dengan mengadakan UN ulang, BSNP sebagai lembaga independen penyelenggara UN berpotensi melanggar tiga hal, yaitu standar pemberian informasi data secara terbuka (disclosure of findings), standar interaksi manusiawi (human interaction), serta standar penilaian yang fair dan lengkap (complete and fair assessment).

Pemberian Informasi
Prinsip pemberian informasi data secara terbuka mengatakan, pihak-pihak yang bertanggung jawab atas program evaluasi pendidikan harus memastikan, semua hasil yang ditemukan dalam rangka evaluasi menghargai hak subyek yang dievaluasi untuk mengetahui hasil akhir sebuah proses evaluasi pada waktu yang telah ditetapkan. Hak untuk mengetahui ini terkait dijaminnya privasi individu, hak sipil dan hak asasi, serta perlindungan kesehatan dan keselamatannya.

Masalah UN ulang mencuat karena baru kali ini terjadi di sekolah favorit yang persentase ketidaklulusannya nol (0) persen, terlebih salah satunya terjadi di sekolah negeri. Seperti dilaporkan Kompas, jika pengakuan siswa-siswi SMAN 2 Ngawi bahwa mereka menjawab soal-soal tanpa bantuan orang lain itu benar, UN ulang merupakan pelanggaran terhadap siswa, pemangku kepentingan. Mana mungkin siswa satu sekolah memiliki jawaban hampir sama. Sialnya, jawaban itu salah semua.

Mengadakan UN ulang tanpa menjelaskan rincian alasan merupakan pelanggaran terhadap hak siswa. Penyelenggaraan UN harus menjelaskan mengapa ketidaklaziman terjadi. Selain itu, UN ulang tidak adil karena siswa yang jujur juga harus menanggung risiko mengulang.

Kecurangan yang menyebabkan semua siswa satu sekolah tidak lulus merupakan pelanggaran prosedur standar evaluasi pendidikan sehingga hasil akhirnya tidak bisa dipakai untuk membuat kesimpulan valid tentang kemampuan siswa. Maka, informasi terbuka kepada siswa, orangtua, dan masyarakat harus menjadi agenda utama BSNP sebelum mengadakan UN ulang.

Interaksi Manusiawi
Standar prinsip interaksi manusiawi mengatakan, evaluator harus menghormati martabat dan keluhuran manusia dalam interaksi dengan orang lain terkait proses evaluasi sehingga peserta tidak terancam atau dirusak. UN ulang mengesampingkan interaksi manusiawi dan hanya berbicara melalui logika kekuasaan, bukan prinsip pedagogi dalam rangka evaluasi.

Meski tidak ada aturan UN ulang, BSNP tetap mengadakannya karena dianggap memiliki kewenangan politik sebagai penyelenggara UN. Penggunaan kekuatan politik tanpa melihat sisi pedagogis jelas mengesampingkan harkat dan martabat siswa yang telah menyiapkan UN.

Harapan siswa untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dengan tenang diguncang karena harus ujian lagi. Evaluator perlu menyadari, menjaga martabat dan harga diri siswa merupakan bagian dari tugas utamanya sebagai penyelenggara evaluasi, bukan menggunakan kekuatan politik untuk memaksa subjek mengikuti UN ulang dengan risiko tidak lulus jika tidak mengikuti. Ancaman politik dan psikologis seperti ini tidak boleh terjadi di dunia pendidikan karena melanggengkan perilaku kekerasan.

”Fair” dan Lengkap
Prinsip penilaian yang fair dan lengkap mengatakan, evaluasi harus dilakukan fair dan menyeluruh, mencatat kekuatan dan kelemahan program yang sedang dievaluasi. Dengan demikian, kekuatan dapat dikembangkan melalui bidang-bidang evaluasi yang selama ini dianggap lemah. Pelanggaran sistematis dalam UN tahun ini sebenarnya tak beda dengan yang telah terjadi, seperti kunci jawaban beredar sebelum UN, bocoran naskah soal, dan guru memberi jawaban saat ujian (Kompas, 9/6).

Banyak kritik dan masukan, baik dari ahli maupun pemangku kepentingan, terhadap kebijakan UN, tetapi pemerintah menutup mata atas kenyataan ini. Kebijakan UN bukan saja salah sasaran jika ingin mengukur kualitas pendidikan nasional, melainkan lebih banyak melahirkan dampak negatif yang merusak dunia pendidikan, seperti direnggutnya otonomi guru sebagai evaluator serta rusaknya moralitas pendidik, pejabat pemerintahan, siswa, dan masyarakat, dengan meluaskan kultur tidak jujur dan tersistematis, bahkan sampai ke tingkat satuan pendidikan sekolah.

UN ulang merupakan pelanggaran terhadap hak siswa sebagai subyek, melanggar keadilan karena membiarkan siswa jujur terhukum, dan mengindikasikan pembuat kebijakan pendidikan masih enggan mendengarkan masukan dari masyarakat. Mereka masih suka mengelola pendidikan dengan menggunakan logika kekuasaan daripada prinsip-prinsip pedagogi pendidikan yang sesungguhnya menjadi jiwa bagi pendidikan nasional kita.

Penulis: Doni Koesoema A/Alumnus Boston College Lynch School of Education, Amerika Serikat

Sumber: Kompas.Com
http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/06/15/
17391651/Ujian.Nasional.Ulang.